Ustadz Abdul Somad (UAS) mengecam keras sikap pemerintah Singapura yang mendeportasi dirinya tanpa kejelasan. UAS menyebut negara itu sombong lantaran wilayahnya yang mungil tapi sembarangan memulangkan pendatang ke negara asal tanpa alasan jelas.
Padahal, kata UAS, dulunya Singapura merupakan negara jajahan bangsa Melayu melalui kerajaan Malaka. Sesudahnya, Singapura juga dikuasai bangsa tetangga Melayu, yakni Jawa dengan kerajaannya bernama Majapahit. Pergantian penguasa di wilayah dengan luas 728 km persegi itu menandakan bahwa Singapura sejatinya berada dalam bayang-bayang Indonesia.
Lantas, bagaimana sejarah awal Singapura dibangun? Siapa saja yang mendudukinya hingga sekarang membentuk pemerintahan sendiri?
Tumasik: Awal Mula Singapura
Singapura telah dihuni jauh pada masa pra sejarah. Mengutip Sejarah Islam Asia Tenggara, Helmiati mencatat pada tahun 1100-an Singapura telah dijadikan kota pelabuhan. Kemudian pada tahun 1200-1300 pelabuhan Singapura telah menjadi pusat perdagangan. Sebelum bernama Singapura, wilayah tersebut lebih dikenal dengan nama 'Tumasik' atau 'Temasek' yang berarti 'kota pantai'.
Menurut Sejarahnya, nama Singapura baru diperkenalkan oleh Sang Nila Utama yang bergelar Sri Tan Buana. Dia berasal dari Bintan (kini masuk wilayah Riau), yang menjadi pecahan wilayah kerajaan Sriwijaya. Sri Tan Buana berlayar dan terdampar di Tumasik. Di tempat baru tersebut, Sri Tan Buana melihat seekor binatang aneh yang mirip dengan singa.
Fenomena itu diyakini sebagai tanda baik sehingga dia serta rombongannya menetap dan membangun wilayah baru tersebut, dan menamai wilayah Tumasik dengan Singapura. Istilah tersebut diambil dari bahasa Sansakerta: Singa, berarti singa binatang buas, dan pura berarti kota. Dengan demikian, Singapura berarti kota Singa.
Dikuasai Kesultanan Malaka dan Kerajaan Majapahit
Pada akhir abad ke-14 wilayah Singapura menjadi wilayah bagian kekuasaan Malaka. Hal ini berawal ketika Singapura dikuasai oleh Raja Parameswara. Penguasa baru Tumasik ini di kemudian hari diserang oleh armada Majapahit 280, dan terdesak ke Malaka. Di wilayah yang disebut terakhir inilah Parameswara membangun kerajaan Malaka, dan banyak berhubungan dan bergaul dengan parapedagang Muslim, khususnya yang datang dari bandar-bandar di Sumatera yang beragama Islam.
Nama Tumasik juga disebut dalam Kitab Negarakertagama sebagai wilayah taklukan Majapahit pada era Raja Hayam Wuruk atas Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gadjah Mada. Tumasik juga termasuk wilayah taklukan Sriwijaya yang pernah berpusat di Palembang. Tapi, serangan dari Kerajaan Chola (India), membuat Sriwijaya tercerai-berai.
Tumasik jatuh ke tangan Kerajaan Majapahit pada masa raja kedua, yakni Sri Prikama Wira yang berkuasa pada 1357 hingga 1362.
Titik Kumpul Pedagang Muslim
Sejak abad ke-15, pedagang Muslim menjadi unsur penting dalam perniagaan wilayah Timur, tidak terkecuali Singapura. Beberapa di antara para pedagang ada yang menetap, dan menjalin hubungan perkawinan dengan penduduk setempat. Lama kelamaan mereka membentuk suatu komunitas tersendiri. Para pedagang ini tidak jarang merangkap menjadi guru agama dan imam.
Guru-guru dan imam sangat penting peranannya dalam memupuk penghayatan keagamaan pada masyarakat Muslim Singapura. Sama dengan Muslim di kawasan Asia Tenggara lainnya, Muslim di Singapura pada masa awal menganut mazhab Syafi’i dan berfaham teologi Asy’ariyah.
Dalam sejarahnya, Singapura juga pernah berada di bawah kekuasaan Inggris. Pendudukan Inggris di Singapura tidak terlepas dari usaha Stamford Raffles, yang kemudian diangkat sebagai bapak pendiri Singapura. Raffles berhasil menjadikan Singapura sebagai pelabuhan bebas dan pasar internasional di Asia Tenggara.
Kota ini juga menjelma sebagai kota transit jalur perdagangan antara India dengan Cina, serta menjadi pintu masuk bagi kawasan Asia Tenggara. Berbagai barang perniagaan seperti sutera, keramik, candu (opium), kerajinan, emas berlian, dan sebagainya dengan mudah bisa di dapatkan di sana.
Dalam merebut Singapura dan merawat daerah jajahan yang masih muda ini, Raffles banyak dibantu oleh Kolonel William Farquhar, yang menjabat sebagai Residen Malaka sejak 1803-1818. Pada tanggal 29 Januari 1819, misalnya Raffles dan Farquhar mendarat di Mauara Sungai Singapura dan bertemu dengan Tumenggung Abdurrahman, pemimpin Melayu saat itu, untuk menandatangani sebuah perundingan.
Pada tanggal 6 Pebruari 1819, Tumenggung dan Sultan Husein dari Johor telah pula menandatangani sebuah persetujuan pendirian basis dagang bagi East India Company. Perjanjian berikutnya ditanda tangani pada tahun 1824, yang berisi pernyataan bahwa East India Company dan pewarisnya memiliki hak yang kekal atas Singapura dan semua pulau-pulau dalam jarak 10 mil dari pantai Singapura.
Demikianlah pendudukan Inggris dimulai, suatu pendudukan yang berdampak sangat besar bagi perkembangan Singapura selanjutnya, terutama bagi perjalanan sejarah Islam dalam masyarakat Melayu. Apa yang dimulai tidak hanya dengan campur tangan tak langsung, akan tetapi juga mengarah pada bentuk intervensi lebih langsung di wilayah-wilayah yang secara tradisional merupakan domain (wilayah kekuasaan) sultan-sultan Melayu, termasuk Islam.
Meski kebijakan Inggris lebih simpatik bila dibandingkan dengan kebijakan Portugis dan Belanda, namun peranan mereka tidak hanya sekedar memberi nasehat, akan tetapi memberi perintah yang harus dilaksanakan.(*)