TERBIT.ID | SUKABUMI - Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) Kota Sukabumi, Jawa Barat, mencatat ada 157 kasus HIV/AIDS. Data tersebut dihimpun dari 1 Januari hingga 30 November 2022. Mirisnya, kelompok Laki-laki Seks dengan Laki-laki (LSL) berada pada posisi teratas dengan risiko tinggi terpapar HIV/AIDS. Bahkan dari jumlah kasus tersebut, 77 kasusnya berasal dari LSL.
Sekretaris KPA Kota Sukabumi, Fifi Kusumajaya, mengatakan minimnya kesadaran kelompok LSL dalam melakukan pemeriksaan HIV/AIDS merupakan salah satu penyebab kelompok itu dikategorikan risiko tinggi dan penyumbang angka kasus positif HIV/AIDS terbanyak dalam empat tahun terakhir ini.
"Kasus positif HIV/AIDS itu baru terdeteksi setelah kelompok LSL melakukan pemeriksaan kesehatan. Jadi kesadaran melakukan pengecekan HIV/AIDS ini juga penting disadari oleh kelompok risiko tinggi lainnya," ujar Fifi, kepada wartawan, Rabu (21/12).
Ia menjelaskan, upaya penguatan dari sisi regulasi juga terus dilakukan, seperti menjalin komunikasi dengan DPRD Kota Sukabumi, dengan tujuan agar tercipta peraturan tingkat daerah yang bisa menguatkan upaya penanganan dan sosialisasi pencegahan HIV/AIDS di Kota Sukabumi.
"Selain upaya penanganan kepada para penderita HIV/AIDS, yang tak kalah penting itu adalah sosialisasi kepada seluruh elemen masyarakat, terutama kepada kelompok-kelompok berisiko tinggi terpapar HIV/AIDS," ungkapnya.
Sejauh ini, kata Fifi, pihaknya mempunyai program sosialisasi terkait HIV/AIDS ke sekolah-sekolah, dan juga ke kampus-kampus secara luas. Namun program tersebut dinilai belum maksimal karena perlu diperluas jangkauannya dan dipayungi oleh regulasi. Contohnya, Pemkot Sukabumi merumuskan regulasi pemeriksaan sejak dini di tingkat SMP, sehingga tujuan akhir dari regulasi itu agar tidak ada stigma negatif kepada penderita HIV/AIDS.
"Program sosialisasi itu sebetulnya sudah berjalan, namun dinilai belum maksimal. Jadi masih perlu diperluas jangkauannya dan dipayungi oleh regulasi. Atau misal pemerintah merumuskan regulasi pemeriksaan sejak dini di tingkat SMP, itu juga bisa," tandasnya.
Sementara itu, Sub Koordinator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (Subko P2PM) Dinkes Kota Sukabumi, Denna Yulavia, memaparkan berdasarkan data dari Sistem Informasi HIV/AIDS (SIHA) tahun 2022, jumlah kumulatif sepanjang tahun 2018 sampai dengan November 2022 itu temuan kasus HIV sebanyak 1.008 dan temuan AIDS 265 kasus. Sejak tahun 2018 itu, sebut Denna, kesadaran masyarakat dalam melakukan tes HIV/AIDS juga terus meningkat, sehingga dapat membantu Dinkes dalam melakukan screening.
"Untuk target tes HIV/AIDS dari tahun 2018 setiap tahunnya itu terus naik. Misal target 8.000 tes, itu bisa melampaui hingga 9.000 sampai 10.000. Di tahun 2022 ini saja sudah dilakukan tes kepada 10.191. Dari yang dites itu ditemukan kasus positif HIV/AIDS. Kalau sudah terdata akan lebih mudah cara kita menanggulanginya," bebernya.
Rata-rata orang yang melakukan tes HIV/AIDS itu, lanjut Denna, ketika memang mereka mengalami gejala awal seperti batuk-batuk berat. Hal itu biasanya akan langsung dilakukan pemeriksaan khusus Tuberculosis (TBC). Kemudian, masih kata Denna, ada juga gejala awal mirip sariawan di mulut. Dalam istilah medisnya disebut Candidiasis Oral. Lalu gejala lainnya seperti diare yang berkepanjangan.
"Jadi ketika ada gejala-gejala seperti itu, orang biasanya baru melakukan pemeriksaan ke Puskesmas dan bila disetujui akan dites HIV/AIDS. Awalnya gejalanya ringan. Namun dalam beberapa kasus, ada pula yang undetected. Bukan mati virusnya tapi bisa ditekan hingga tak menimbulkan gejala lebih kepada pengidapnya," pungkasnya. (Boy).